Kamis, 21 Februari 2019

mengecewakan lebih buruk dibanding dikecewakan


Tiba-tiba teringat kembali saat-saat dimana aku merasa menjadi orang yang mengecewakan, yaitu saat-saat dimana aku memutuskan untuk pindah dari jurusan dan pindah dari universitas yang mungkin didambakan banyak orang. Aku ingat saat dimana aku ngomong ke Bapak, dan hari itu aku menangis, haha.. Karena pada saat itu aku merasa sudah mengecewakan dia. Percayalah teman-teman tidak ada perasaan yang lebih buruk saat kita merasa telah mengecewakan orang yang kita kasihi dibanding kita dikecewakan.

Mengapa sampai aku punya perasaan seperti itu dikarenakan banyak hal, pertama mengingat seberapa berjuangnya dia agar aku bisa kuliah, kemudian betapa bangganya dia aku bisa kuliah ditempat yang mana tidak banyak orang mendapat kesempatan itu. Disisi lain memang menyenangkan menjadi kebanggaan, tetapi sisi yang lainnya menjadi beban pula buat aku.

Hingga kemarin saat Bapak sakit aku sampaikan yang jadi perasaanku, semua perasaan bersalahku. Aku sampaikan semua maaf karena belum bisa lulus, belum bisa menghasilkan disaat teman-temanku sudah  bekerja, terlebih lagi saat Bapak sakit gak ada yang bisa aku lakukan untuk bantu pengobatan, aku sampaikan betapa aku merasa sudah mengecewakan dan belum bisa menjadi kebanggaannya. Tapi apa yang Bapak katakan "Anak-anak papa tidak ada yang mengecewakan, semuanya membanggakan. Meskipun apa yang dilakukan tidak selalu sempurna tapi tidak pernah papa merasa kecewa".

Kata-kata yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku, menggambarkan kebesaran hatinya.

Sejak hari itu aku belajar menjadi lebih bertanggung jawab atas apapun, terutama atas apa yang jadi pilihan hidupku, walaupun mungkin nanti hasilnya tidak sempurna setidaknya aku bertumbuh bersama proses yang aku jalani.


Menjadi baik lebih penting daripada sekedar menjadi berhasil.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar